prekforalldc.org – Musim kering diperkirakan akan semakin intensif seiring memasuki bulan Juni tahun ini. Berbeda dengan tahun sebelumnya, musim ini diharapkan tidak akan diiringi oleh fenomena El Nino, yang biasanya meningkatkan intensitas kekeringan.
Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), telah menginformasikan Presiden Joko Widodo tentang potensi musim kemarau yang panjang di beberapa daerah akibat kondisi klimatologis saat ini. Dalam suratnya yang dikirim pada Senin (27/5), Dwikorita menjelaskan bahwa analisis curah hujan terkini menunjukkan mulai adanya kondisi kering di beberapa wilayah Indonesia, terutama yang berada di selatan Khatulistiwa.
Laporan terbaru BMKG, yang berjudul ‘Prediksi Musim Kemarau Tahun 2024 di Indonesia’, mencatat bahwa pada Juni, sekitar 167 Zona Musim (ZOM) atau 23,89 persen dari wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau. Menurut BMKG, awal musim kemarau ditandai ketika curah hujan dalam sepuluh hari pertama kurang dari 50 milimeter, diikuti oleh dua periode sepuluh hari berikutnya yang juga mencatatkan curah hujan rendah.
Selain itu, BMKG mencatat bahwa indeks NINO 3.4 pada periode 30 Mei hingga 1 Juni 2024 menunjukkan nilai +0,28, yang dianggap netral dan tidak signifikan terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia.
Dalam konferensi pers yang diadakan pada Selasa (28/5), Dwikorita mengkonfirmasi bahwa tidak ada indikasi terjadinya El Nino selama musim kemarau ini, berbeda dengan tahun lalu yang menyebabkan kekeringan lebih luas di seluruh Indonesia. “Tahun ini, meski beberapa wilayah khususnya di selatan garis ekuator seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara diperkirakan akan mengalami curah hujan lebih rendah dari normal, situasinya tidak seburuk saat El Nino terjadi,” ujarnya.
Dwikorita juga membahas potensi kemunculan La Nina, yang biasanya berkebalikan dengan El Nino, meningkatkan curah hujan. “Ada kecenderungan ke arah La Nina, meski prediksinya masih lemah. Kita belum bisa menyimpulkan pasti akan terjadi La Nina, tapi ada tren yang mendukung,” katanya.
El Nino dan La Nina adalah bagian dari fenomena El Nino-Southern Oscillation (ENSO), yang melibatkan perubahan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik tropis. Indikasi El Nino terjadi jika indeks suhu permukaan laut mencapai atau lebih tinggi dari +0,5, sementara La Nina terjadi jika indeksnya kurang dari atau sama dengan -0,5. Saat ini, suhu permukaan laut di Pasifik tengah dan timur telah menunjukkan penurunan sejak Desember 2023, dengan suhu air di bawah permukaan yang lebih dingin dari rata-rata.